Diburu Jepang dan Korea, Logam Ini Jadi Limbah di RI
Jakarta -Industri negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan memburu turunan logam yakni tanah jarang (rare earth) untuk elektronik hingga pesawat tempur. Padahal di Indonesia logam ini dianggap sebagai limbah dan tidak termanfaatkan.
"Rare earth itu dari sisa tambang timah yang selama ini nggak kita manfaatkan. Batan telah bergerak. Itu jumlahnya kecil. Itulah mineral tanah jarang tapi harga tinggi. 3 tahun lalu China bilang, saya punya rare earth banyak tapi nggak mau jual. Korea yang padat teknologi tingkat tinggi dan Jepang itu kelabakan," kata Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Mineral BPPT Yudi Prabangkara pada acara diskusi tambang di Kantor Pusat BPPT Thamrin Jakarta.
Potensi logam tanah jarang yang banyak ditemui di Indonesia dan dapat memenuhi kebutuhan industri negara maju seperti Jepang dan Korsel.
"Potensi itu ada di Indonesia dan mulai kita kembangkan," jelasnya.
Kepala Bidang Teknologi Pengolahan dan Teknologi Ekonomi Mineral BPPT Abdul Hafis di tempat yang sama menjelaskan, logam tanah jarang selain untuk industri elektronik juga sangat diperlukan untuk industri pertahanan seperti untuk komponen di dalam radar hingga pesawat tempur.
"Untuk industri pertahanan seperti peralatan pesawat tempur dan radar. Di handphone (ponsel) ada logam tanah jarang. Itu seperti vitamin, sedikit tapi harus ada," sebutnya.
Selain diperlukan untuk industri di luar negeri. Logam tanah jarang diperlukan juga mendukung pengembangan mobil listrik nasional karena komponen pada baterai mobil listrik mengandung logam tanah jarang, namun masih diimpor.
"Pasarnya besar sekali di industri katalis masa depan. Kita juga kembangkan mobil listrik, kita butuh baterai sampai sekarang ukurannya yang besar. Itu logamnya lithium, itu di dalamnya masuk kelompok logam langka," teranngya,
Hafis menjelaskan, secara kompotensi, tenaga ahli Indonesia mampu mengolah bahan tambang menjadi logam tanah jarang.
"Kita mulai kembangkan. Sebenarnya kemampuan tenaga ahli, sudah kita miliki di Batan. Masalahnya dorongan kebijakan pemerintah diperlukan untuk dorongan kepada tenaga ahli," katanya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, logam tanah jarang banyak ditemukan di Indonesia adalah bijih Timah dengan mineral ikutan Monazite, Xenotime, Zircon dan Ilmenite, bijih Tembaga dengan mineral ikutan Anode Slime, Pasir Besi, bijih Emas, dan bijih Bauksit.
Jakarta -Industri negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan memburu turunan logam yakni tanah jarang (rare earth) untuk elektronik hingga pesawat tempur. Padahal di Indonesia logam ini dianggap sebagai limbah dan tidak termanfaatkan.
"Rare earth itu dari sisa tambang timah yang selama ini nggak kita manfaatkan. Batan telah bergerak. Itu jumlahnya kecil. Itulah mineral tanah jarang tapi harga tinggi. 3 tahun lalu China bilang, saya punya rare earth banyak tapi nggak mau jual. Korea yang padat teknologi tingkat tinggi dan Jepang itu kelabakan," kata Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Mineral BPPT Yudi Prabangkara pada acara diskusi tambang di Kantor Pusat BPPT Thamrin Jakarta.
Potensi logam tanah jarang yang banyak ditemui di Indonesia dan dapat memenuhi kebutuhan industri negara maju seperti Jepang dan Korsel.
"Potensi itu ada di Indonesia dan mulai kita kembangkan," jelasnya.
Kepala Bidang Teknologi Pengolahan dan Teknologi Ekonomi Mineral BPPT Abdul Hafis di tempat yang sama menjelaskan, logam tanah jarang selain untuk industri elektronik juga sangat diperlukan untuk industri pertahanan seperti untuk komponen di dalam radar hingga pesawat tempur.
"Untuk industri pertahanan seperti peralatan pesawat tempur dan radar. Di handphone (ponsel) ada logam tanah jarang. Itu seperti vitamin, sedikit tapi harus ada," sebutnya.
Selain diperlukan untuk industri di luar negeri. Logam tanah jarang diperlukan juga mendukung pengembangan mobil listrik nasional karena komponen pada baterai mobil listrik mengandung logam tanah jarang, namun masih diimpor.
"Pasarnya besar sekali di industri katalis masa depan. Kita juga kembangkan mobil listrik, kita butuh baterai sampai sekarang ukurannya yang besar. Itu logamnya lithium, itu di dalamnya masuk kelompok logam langka," teranngya,
Hafis menjelaskan, secara kompotensi, tenaga ahli Indonesia mampu mengolah bahan tambang menjadi logam tanah jarang.
"Kita mulai kembangkan. Sebenarnya kemampuan tenaga ahli, sudah kita miliki di Batan. Masalahnya dorongan kebijakan pemerintah diperlukan untuk dorongan kepada tenaga ahli," katanya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, logam tanah jarang banyak ditemukan di Indonesia adalah bijih Timah dengan mineral ikutan Monazite, Xenotime, Zircon dan Ilmenite, bijih Tembaga dengan mineral ikutan Anode Slime, Pasir Besi, bijih Emas, dan bijih Bauksit.
0 komentar:
Post a Comment