728x90 AdSpace

Saat Kau butuhkan tetesan air 'tuk segarkan relung jiwamu yang mulai mengering...

  • Latest News

    Orang Cina di Negeri Syariah

    Cerita warga etnis Tionghoa tinggal di negeri syariah

    Tinggal di Aceh yang notabene menerapkan syariat Islam, ternyata tidak membuat warga etnis Tionghoa tertekan. Mereka justru mengaku hidup di Serambi Mekah jauh lebih nyaman dan aman dibandingkan provinsi-provinsi lain. Aceh bahkan harus dijadikan contoh kerukunan yang dibangun dengan baik.

    Sekretaris Yayasan Perkumpulan Hakka Aceh, Sheilis, di sela-sela pembagian angpau untuk 170 warga China miskin mengatakan, meskipun warga Tionghoa minoritas, hal itu tidak membuat mereka tertekan. Interaksi sosial tetap berjalan berjalan dengan baik.

    "Aceh nomor satu toleransi, tidak ada kejadian apapun, kita hidup rukun, beda dengan provinsi lain di Indonesia, meskipun kami minoritas, hak yang kami dapatkan sama," kata Sheilisa, di Banda Aceh.

    Lanjutnya, provinsi lain di Indonesia patut mencontoh kerukunan yang terjalin di Aceh. Bahkan Sheilisa menampik semua tudingan orang luar yang menilai Aceh yang negatif. Apa yang dituding selama ini oleh pihak luar Aceh, kata dia, merupakan isapan jempol semata.

    "Makanya saya selalu katakan di luar Aceh, kalau mau lihat kerukunan di Aceh, datang dan lihat kerukunan yang terjalin, kami baik-baik saja," tegasnya.

    Dikatakannya, di tahun kuda kayu ini ia berharap perekonomian di Aceh bisa lebih baik. Seperti filosofi kuda yang kencang berlari dan demikian juga dengan kondisi perdamaian, keamanan dan juga perekonomian berjalan mulus.

    "Tahun 2013 kita Indonesia dan Aceh banyak melanda bencana, saya harap di tahun kuda ini akan ada perubahan, semua akan berubah menuju yang lebih baik," tuturnya.

    Hal senada juga diakui oleh ketua Vihara Dharma Bhakti, Herman. Menurutnya, bicara toleransi dan tatanan kehidupan sosial etnis Tionghoa di Aceh berjalan mulus. "Tidak ada rintangan kami dalam melaksanakan ritual ibadah kami, tidak ada gangguan," imbuh Herman.

    Katanya, justru warga Tionghoa saling bersilaturahmi baik dengan Muslim maupun dengan agama lainnya di Aceh. Terutama dengan Muslim etnis Tionghoa bisa bersanding dalam tatanan kehidupan sosial di Aceh.

    Ada 4 Vihara berdiri di Banda Aceh

    Kota Banda Aceh dijuluki Kota Madani oleh Pemerintah Kota Banda Aceh telah memiliki 4 Vihara. Keempat Vihara itu berdiri kokoh di seputaran Peunayong yang merupakan pusat etnis China bermukim di Banda Aceh.

    Pada hari Imlek 2565 ini semua Vihara yang ada di Banda Aceh melakukan ritual ibadah dan juga melakukan perayaan. Baik itu membakar dupa maupun ritual lainnya.

    Ketua Vihara Sakyamuni, Eddy Aminata yang baru saja diresmikan tahun lalu mengatakan, di Banda Aceh ada 4 Vihara yang sudah berdiri. Di antara Vihara Dharma Bhakti, Vihara Maitri, Vihara Dwi Samudera dan Vihara Sakyamuni yang ia pimpin saat ini.

    "Ada empat Vihara, itu beda-beda aliran, kalau kami itu aliran Mahayana," tegas Eddy Aminata.

    Kendati demikian, meskipun berbeda-beda aliran semua umat Buddhist bernaung di bawah payung Buddhayana. Semuanya telah menjadi lembaga resmi pemerintah Indonesia.

    Memang ada sedikit perbedaan perayaan yang dilakukan di Vihara Sakyamuni. Di Vihara ini tidak ada bakar lilin yang banyak dan juga dupa. Akan tetapi beda hal dilakukan di tiga Vihara lainnya membakar lilin dan juga dupa sambil beribadah.

    "Inilah perbedaan kita, itu semua adat, bukan ritual agama, jadi kita lebih fokus beribadat, bersyukur pada sang pencipta," ungkap Eddy.

    Harapan Eddy pada tahun kuda ini akan ada perubahan secara cepat di Aceh. Baik itu perubahan secara politik, ekonomi dan juga pembangunan ke arah yang lebih baik. "Tahun kuda ini, kita berharap perekonomian juga harus terpacu lebih cepat seperti kuda berlari kencang," tutupnya.

    Ratusan warga Tionghoa miskin di Aceh gembira dapat angpao

    Saat menginjakkan kaki di sekitar Peunayong, Banda Aceh. Ada nuansa lain di banding sudut kota Banda Aceh lainnya. Deretan pertokoan yang ada di Peunayong kesannya seperti bukan di Aceh. Akan tetapi, seperti di negeri tirai bambu, Cina.

    Pertokoan yang mayoritas dihuni oleh keturunan Tionghoa, banyak hiasan khas cina berwarna merah terpampang di depan. Sehingga tersirat dalam alam bawah sadar kita bahwa di sini adalah tempatnya bermukim etnis tionghoa.

    Ternyata benar adanya, bangunan yang berarsitektur nuansa Cina sebenarnya sudah berada sejak abad 19. Ini menunjukkan bahwa Peunayong yang dihuni oleh Cina sudah lama ada. Kota ini terletak sekitar 5 Km dengan Masjid Raya Baiturrahman, kini menjadi pusat perbelanjaan rempah-rempah dan bahan pokok. Penjual pun mayoritas etnis tionghoa di kawasan itu.

    Salah seorang warga tionghoa, Hendry mengaku, dia bersama etnis China lainnya sudah menetap di Aceh sejak dia lahir. Kehidupan mereka pun terbuka dengan masyarakat pribumi. Bahkan mereka saling berkunjung untuk membangun silaturrahmi.

    "Mayoritas kita pedagang, kita sangat terbuka dengan pribumi, kita saling bersilaturrahmi," ujar Hendri, di Banda Aceh.

    Ternyata tidak semua etnis tionghoa memiliki pendapatan yang cukup. Di Banda Aceh juga terdapat warga Cina yang miskin. Setiap harinya ada diantara mereka yang menjadi buruh kasar, seperti menarik becak, kuli bangunan, berdagang di kaki lima dan sejumlah pekerjaan lainnya.

    Kendati demikian, mereka tetap mendapat perhatian dari warga Cina lainnya yang hidup lebih mapan. Sebut saja Yayasan Hakka Aceh. Sehari sebelum perayaan Imlek. Yayasan tersebut membagi-bagikan angpao untuk warga Cina yang miskin.

    Sedikitnya ada 120 orang warga Cina miskin mendapatkan rezeki ampau. Setiap angpao yang diberikan berjumlah Rp 200 ribu. Terlihat warga miskin Cina itu antusias menerima ampau tersebut.

    "Ini sekedar untuk membantu mereka yang kekurangan, cukuplah untuk sedikit meringankan beban mereka," imbuh Sekretaris Yayasan Hakka Aceh, Sheilisa. Dia juga ikut terjun langsung membagi-bagikan angpao di kantor Hakka.

    Menurut literatur yang ada. Masuknya warga China ke Banda Aceh sejak abad 17 lalu. Aceh dan China memiliki hubungan yang baik. Mereka datang ke Aceh pada awalnya sebagai pedagang musiman. Kemudian mereka menetap dan menjadi pedagang permanen.

    Etnis Cina yang datang ke Aceh mulanya menetap di Pelabuhan yang tidak jauh dari Peunayong. Lalu mereka memilih untuk menetap berdagang secara permanen di Peunayong.

    Vihara Dharma Bhakti yang terletak di jalan T Panglima Polem menjadi saksi keberadaan etnis Cina di Aceh. Vihara tersebut dibangun pada tahun 1937. Mulanya Vihara itu terletak di pinggir pantai Ulee Lheue. Akibat erosi, Vihara itu lalu dipindahkan ke tempat sekarang bersamaan dengan kota Banda Aceh yang dulunya juga berada di Ulee Lheue.

    "Benar, dulu di Ulee Lheue, karena erosi, dipindahkan sekitar tahun 70-an gitu, termasuk kota Banda Aceh ikut dipindahkan," ungkap Ketua Vihara Dharma Bhakti, Herman.

    Gadis muslim juga ikut mainkan Barongsai di Aceh

    Suara tambuh gendang menggema pertanda atraksi barongsai segera dimulai. Ratusan penuntun memadati arena pementasan Barongsai di belakang Vihara Sakymuni Banda Aceh. Tidak hanya etnis China yang menyaksikan, warga muslim juga ikut menikmati atraksi itu.

    Pementasan atraksi Barongsai di Aceh memang bukan hal yang asing. Barongsai di bawah binaan Yayasan Hakka Aceh bernama Dragon Golden kerap tampil diberbagai even dan pentas seni di Aceh. Bahkan mereka kerap berkolaborasi dengan dengan tarian khas Aceh seperti Seudati dan Rapai Geleng.

    Hal yang unik, barongsai tradisi etnis China biasa dimainkan oleh Tionghoa. Tapi berbeda hal di Aceh yang memberlakukan syariat Islam. Di antara krue barongsai, ada dua orang gadis Aceh yang beragama muslim ikut berperan aktif bersama kru barongsai. Terlihat berbeda di antara kerumunan etnis China yang tidak menggunakan jilbab. Tapi, dua gadis ini memainkan simbal di tangannya.

    Rati Puspasari dan Maisarah Fatmawati namanya. Siswi SMU 11 Banda Aceh ikut memainkan alat musik jenis simbal yang memiliki suara yang lengking. Suara gemuruh simbal terus ditabuh oleh 2 gadis muslim dengan penuh semangat. Tepuk tangan riuh diberikan penonton atas atraksi memukau barongsai.

    Tidak terlihat canggung dalam memainkan simbal oleh dua gadis yang masih berusia 16 tahun itu. Meskipun peluh membasahi disekujur tubuhnya, karena dibakar terik mentari. Namun tidak surut semangatnya mengiringi atraksi barongsai pada perayaan Imlek 2565 di Aceh.

    "Sejak 2013 saya bergabung di sini, karena suka saja, karena permainan asyik, rekan-rekan etnis Tionghoa juga baik," kata Rati Puspasari usai tampil yang ikut dibenarkan oleh rekannya Maisara Fatmawati.

    Kata Rati dan Maisarah, keluarga mereka tidak sedikitpun keberatan keterlibatannya bersama tim barongsai. Karena ini hanya sebatas berpartisipasi dan barongsai adalah budaya warga etnis. "Kata mama, asalkan jangan ikut ajaran mereka, tetap harus muslim,"
    kelas Rati.

    Sementara itu, Ketua Yayasan Hakka Aceh, Kho Khie Siong yang akrap disapa Aky mengatakan, selama ini barongsai banyak orang kaitkan dengan ritual ibadah. Padahal itu hanya seni budaya yang dimiliki oleh orang China.

    "Kita ingin merubah pandangan orang bahwa barongsai itu bukan ritual ibadah, tetapi seni budaya," tegas Aky.

    Oleh karena itu, katanya, setelah mendapat izin dari orangtua dan pihak sekolah, kedua gadis Muslim itu dilatih agar bisa ikut tergabung dalam tim Dragon Golden Barongsai binaan Yayasan Hakka Aceh.

    "Ini komitmen kami untuk terus membangun keberagaman dan toleransi, karena itu memang menjadi visi misi Hakka, dan seni musik Aceh dan China ternyata bisa nyambung, ini luar biasa," imbuhnya.

    Dikatannya, ia mengajak siapapun yang ingin bergabung bersama barongsai. Aky mempersilakan untuk mengikuti latihannya. Yayasan Hakka Aceh siap menampung siapapun yang ingin belajar.

    "Karena dia itu cewek, gak kita suruh latih jadi Barongsai, cukup memegang simbal alat musik, meskipun. Berkeinginan, nanti akan kita pertimbangkan," imbuhnya.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Orang Cina di Negeri Syariah Rating: 5 Reviewed By: Blogger
    Scroll to Top